Minggu, 27 Juli 2014

Mudik-part1

Tanjung Malim,
Minggu, 27 Juli 2014

Hiatus yg panjang... debu udah nempel dimana2 *sambil bersihin blog*
Well, malam ini sempat mampir pun karena terlalu sayang untuk dilewatkan...

Menuju 1 Syawal 1435 H, ah tidak... sudah terhitung 1 Syawal kan???

Tradisi mudik itu sudah sangat melekat erat di keluarga kami. Ya, setiap tahun, setiap Idul Fitri, kami sekeluarga akan mudik ke kampung halaman Ibuk, Tanjung Raja, Sumatera Selatan atau yg lebih terkenalnya Palembang. FYI, di tanah Bangka memang banyak "wong kito galo". Secara, kami dulu memang tergabung dengan provinsi ini hingga tahun 2000 menjadi provinsi sendiri, Bangka-Belitung.

Dari zaman naek kapal Feri, jetfoil hingga sekarang ini pesawat dan mungkin nanti cukup melewati pintu doraemon saja, tahun-tahun mudik ini selalu kami lewati. Dan jika saya ingin menceritakan pengalaman2 di dalamnya, mungkin tidak cukup waktu sehari. Mulai dari cerita kehilangan barang di bagasi, yg berakibat akhirnya sampai sekarang Bapak saya tidak mau lagi meletakkan barang di bagasi kalau naik kapal. FYI teman, sistem bagasi di kapal tak seperti di pesawat. Amburadul! Sangat tidak teratur! Dan entah berapa kali kami rebutan kursi dengan penumpang lain. Lagi2 teman, ini karena sistem pelayanan transportasi umum kelas menengah ke bawah negeri ini yg menyedihkan, kurang terorganisir. Tiket dengan nomor kursi yang sama dijual pada orang berbeda. Akibatnya, harus ada yg mengalah untuk duduk di kursi plastik ekstra! Ya, kursi plastik orang2 kawinan itu. Itu juga kalau kursi ekstranya tidak penuh teman. Kalau penuh, dari yang tadinya lapang dada akan jadi sakit hati untuk terpaksa duduk berdesakan di kelas ekonomi, tanpa AC, bau keringat, rokok dan bunyi bising mesin kapal bersatu menguji "nyali" kita berpuasa.

Okeh, kita kembali ke topik semula....
Bahkan sejauh saya bisa mengingat, tidak pernah sekalipun kami (red-semua orang rumah kecuali Ibuk) merayakan Idul Fitri di tanah kelahiran kami, Pangkalpinang, Bangka. Tentu kami sering protes, sering meminta untuk berlebaran di rumah saja (red-Pangkalpinang). Dan anda tahu apa jawaban Ibuk saya teman??? Anda akan terharu mendengarnya hingga meneteskan air mata... Jadi lebih baik tidak saya tuliskan di sini, daripada nanti saya yg meneteskan air mata dan nggak jadi mosting :D
Hinggalah 5 tahun saya di Jogja...tradisi mudik ini berlanjut, dengan penambahan variasi kendaraan mudik yang saya tumpangi...Bus teman-teman. Selama 3 tahun awal di Jogja, 32 jam saya duduk di dalam bus. Melewati 5 provinsi di pulau Jawa, menyebrangi selat sunda menuju Lampung dan berlanjut menuju Palembang, lagi... 2 tahun berikutnya, berhubung adek saya mulai kuliah Jogja, saya kecipratan rejeki, canggih dikit mudik pakai pesawat. Maklum teman, anak bungsu. Hahaha :D

Dari proses panjang di Jogja inilah yg menyadarkan saya bahwa Idul Fitri itu tidak peduli mau kita rayakan dimana. Tidak terlalu penting jika kita ingin kumpul2 kembali dengan teman2 lama. Cukup satu teman, berkumpul dengan keluaga di hari raya adalah yg paling membahagiakan, yg paling dibutuhkan, yg harus disyukuri.

to be continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Give Up

They might not know, I've given up so many things in my life. I gave up my love, and I might give up on my dreams too...I think I've...