Senin, 12 Maret 2012

Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

13 hari di rumah Alhamdulillah dapet 13 lembar Pendahuluan dan Dasar Teori ... Lumayan daripada lumanyun :p
Terus nyelesaiin 2 buku, satunya berjudul "Tahta Untuk Rakyat, Sultan Hamengku Buwono IX" yang entah kenapa bisa ada buku itu di rumah. Tapi bukan buku ini yg mau saya ulas di postingan kali ini, coz berasa nggak nyampe' otak saya. hehe

Udah lama pengen baca novelnya Tere-Liye yg dicetak di tahun 2010 oleh penerbit Gramedia ini dengan tebal 264 halaman. Tapi belum berkesempatan beli dan pinjem. Eh, ternyata di rumah, Yuk Opi jg punya...

 Dia bagai malaikat bagi keluarga kami. 
Merengkuh aku, adikku, dan Ibu dari kehidupan jalanan yang miskin dan nestapa. 
Memberikan makan, tempat berteduh, sekolah, dan janji masa depan yang lebih baik. 

Dia sungguh bagai malaikat bagi keluarga kami. 
Memberikan kasih sayang, perhatian, dan teladan tanpa mengharap budi sekali pun. 
Dan lihatlah, aku membalas itu semua dengan membiarkan mekar perasaan ini. 

Ibu benar, tak layak aku mencintai malaikat keluarga kami. 
Tak pantas. Maafkan aku, Ibu. 
Perasaan kagum, terpesona, atau entahlah itu muncul tak tertahankan bahkan sejak rambutku masih dikepang dua. 

Sekarang, ketika aku tahu dia boleh jadi tidak pernah menganggapku lebih dari seorang adik yang tidak tahu diri, biarlah... 
Biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun... 
daun yang tidak pernah membenci angin meski harus terenggutkan dari tangkai pohonnya

_Sebuah pengantar dari Penulis_

Yg saya senangi dari novel ini adalah gaya bahasa penulis yg ringan dan mudah di cerna. Meskipun alurnya maju-mundur, kita akan tetap mudah mengerti jalan ceritanya. Sebuah kisah tentang seorang pemuda berumur 25 tahun yg menyelamatkan kehidupan 2 orang kakak beradik, Tania (11 tahun) dan Dede (6 tahun) beserta Ibunya yg pada awalnya menjadi pengamen, putus sekolah dan tinggal di rumah kardus dekat pohon Linden. Setelah mereka bertemu dengan pemuda yg bernama Danar itu, kehidupan keluarga mereka berubah menjadi lebih baik. Tania dan Dede kembali bersekolah. Mereka tumbuh menjadi anak yg pintar.

Di umur Tania menjelang 13 tahun, adiknya Dede 8 tahun, dan pemuda itu 27 tahun, ibu mereka (Tania dan Dede) meninggal dunia karena sakit. 2 kakak-beradik itu akhirnya tinggal bersama dengan  'malaikat' yg sering dipanggil dia oleh Tania dalam sudut pandang pertama penulis. Dia sudah menganggap Tania dan Dede sebagai keluarga, adiknya sendiri.

Kepintaran yg dimiliki Tania membawanya memperoleh beasiswa melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP), SMA dan kuliah di Singapura. Ia tumbuh menjadi gadis yg cantik dan cerdas. Menjadi lulusan terbaik di universitasnya. Namun siapa yg menyangka jika sejak ia masih berkepang dua,  sejak ia masih kanak-kanak, ia telah jatuh cinta kepada dia, kepada malaikat penolong keluarganya. 

Tak ada yg bisa mengatur cinta untuk jatuh kepada siapa saja, tak ada yg bisa mencegah perasaan itu, bahkan saat orang yg kita cintai terpaut 14 tahun lebih tua atau lebih muda daripada kita, bahkan ketika orang itu sudah kita anggap seperti kakak atau adik kita sendiri. Tania berumur 17 tahun ketika dia menghadiahkan sebuah liontin cantik yang ternyata sangat istimewa bagi mereka. 

Tania berumur 18 tahun, menjelang kelulusan SMA nya dan dia 32 tahun ketika dia memutuskan untuk menikahi seorang wanita bernama Ratna yang juga telah dikenal dan di'cemburui' Tania sejak kecil. Hal ini akan menjadi awal dari masalah akibat rasa yg tidak pernah tersamapikan, rasa yg dianggap salah dan tak pantas. Tania memutuskan untuk tidak menghadiri pernikahan mereka. Bagaimana mungkin dia akan menjadi pengantin pengiring dan tersenyum bahagia dalam pernikahan 'malaikat' yg dicintainya? 

Siapa yang mengerti jika dia pun sebenarnya menyimpan 'rasa' yang sama. Rasa yg dianggapnya tidak seharusnya ada dan tidak pantas, sejak pertama kali ia melihat gadis kecil berkepang dua itu.

Tania berumur 22 tahun dan dia 36 tahun ketika semuanya menjadi complicated dan semua rahasia yang mereka simpan masing-masing sendiri itu, yang mereka anggap 'salah' dan tak pantas itu menjadi masalah bagi mereka sendiri. Tidak, mereka tidak akan pernah bersama. Seperti novel yg tak akan pernah selesai yg dia tulis, Cinta dari Pohon Linden.

***

"Bebaskan hatimu dalam mencintai seseorang. Tak ada yg salah, tak ada yg tak pantas dalam mencintai. Yang ada  hanyalah bagaimana caramu mengatur dan menempatkan rasa itu hingga menjadikannya yg terbaik untuk dirimu dan orang yg kamu cintai"_10_

2 komentar:

  1. wew. Sudahkah lakukan hal tersebutkan pada konklusi @alfarisa?
    Aku jadingat masa smp. Dengan lgu yg aku dengar " numa-numa iei "..
    Wah-wah...

    BalasHapus
  2. @dede: selalu berusaha utk melakukannya:)

    BalasHapus

Give Up

They might not know, I've given up so many things in my life. I gave up my love, and I might give up on my dreams too...I think I've...